Monday, June 4, 2012

Sekilas Tentang DETERGEN


Brief History

Pada tahun 1916, detergen pertama kali dikembangkan di Jerman saat perang dunia I dengan tujuan menggantikan sabun. Sebelum adanya detergen, sabun merupakan alat utama yang digunakan untuk mencuci pakaian/kain. Namun meskipun sabun terus menerus dikembangkan kualitasnya untuk mencuci pakaian, sabun tetap memiliki kekurangan utama yakni ia akan bereaksi dengan mineral – mineral yang terlarut dalam air membentuk suatu senyawa yang disebut sabun kapur yang justru akan membentuk bercak kekuningan pada pakaian. Semenjak itu, peran sabun dalam mencuci pakaian mulai tergantikan oleh detergen. Ilmuwan yang menemukan detergen tersebut adalah Fritz Gunther. Namun baru tahun 1933 detergen rumah tangga diluncurkan di Amerika Serikat.

Contoh Detergen


Raw Materials
Bahan baku proses pembuatan detergen ada 4 yaitu :
1.      Surfaktan merupakan komponen terpenting dalam detergen. Surfaktan merupakan zat aktif yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan sehingga membuatnya lebih basah dan memungkinkan berinteraksi dengan lemak dan minyak. Surfaktan memiliki struktur rantai yang unik yaitu rantai molekul hidrofilik (suka air) di bagian kepalanya dan rantai molekul hidrofob (tidak suka air) di bagian ekornya. Dengan kata lain berarti bahwa salah satu ujung molekul akan tertarik ke air, sementara sisi lain mengikat minyak. Hal itu membuat detergen dapat menarik kotoran dari pakaian dan mensuspensikan kotoran yang lepas tersebut. Contohnya adalah LAS (Linear Alkyl Sulfonat) seperti pada gambar yaitu seperti minyak.
2.      Builder merupakan pembentuk yang berfungsi menambah efektivitas dari surfaktan serta membuat proses pencucian menjadi lebih efektif. Contohnya Sodium Tri Poly Phospate yang bentuknya bubuk putih.
3.      Filler merupakan bahan tambahan deterjen yang berfungsi menambah kuantitas detergen. Contoh : Sodium sulfate yang berbentuk bubuk putih.
4.      Additives merupakan bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dst, tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Contohnya adalah sodium klorida yang berbentuk Kristal kecil putih.

Products
  Penggolongan Deterjen Berdasarkan Bentuk Fisiknya
Berdasarkan bentuk fisiknya, deterjen dibedakan atas:
a.       Deterjen Cair
Secara umum, deterjen cair hamper sama dengan deterjen bubuk. Hal yang membedakan hanyalah bentuknya: bubuk dan cair. Produk ini banyak digunakan di laundry modern menggunakan mesin cuci kapasitas besar dengan teknologi yang canggih.
b.      Deterjen Krim
Deterjen krim bentuknya hampir sama dengan sabun colek, tetapi kandungan formula keduanya berbeda. Di luar negeri, produk biasnaya tidaka dijual dalam partai kecil, tetapi dijual dalam partai besar (kemasan 25 kg).
c.             Deterjen bubuk
Bila dicermati berbagai iklan deterjen bubuk di televisi maka masing-masing produk deterjen mencoba menjelaskan kepada konsumen tentang keunggulan produknya yang secara fisik berbeda dengan produk lainnya. Sebagai contoh ada sebuah iklan deterjen tertentu yang menjelaskan tentang kelebihan produk deterjen dengan kandungan butiran berbentuk padat (masif) bila dibandingkan dengan deterjen dengan butiran yang berongga. Namun, diyakini bahwa hanya sedikit orang atau pemirsa yang dapat memahami esensi dari iklan tersebut.. Berdasarkan keadaan butirannya, deterjen bubuk dapat dibedakan menjadi 2, yaitu
deterjen bubuk berongga dan deterjen bubuk padat/masif. Perbedaan bentuk butiran kedua kelompok deterjen tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam proses pembuatannya. Ditinjau dari efektivitasnya untuk mencuci, kedua bentuk deterjen tersebut dapat dikatakan sama.
v   . Deterjen bubuk berongga
Deterjen bubuk berongga mempunyai ciri butirannya mempunyai rongga. Butiran deterjen yang berongga dapat dianalogikan dengan bentuk bola sepak yang didalamnya rongga. Ini berarti butiran deterjen jenis ini mempunyai volume per satuan berat yang besar karena adanya rongga tersebut. Butiran deterjen jenis berongga dihasilkan oleh proses spray drying. Agak sulit mendapatkan padan kata istilah tersebut dalam bahasa Indonesia, tetapi pengertiannya yaitu bahwa terbentuknya butiran berongga karena hasil dari proses pengabutan yang dilanjutkan proses pengeringan. Kelebihan ddeterjen bubuk berongga dibandingkan dengan deterjen bubuk padat adalah volumenya lebih besar. Dengan berat yang sama, deterjen bubuk dengan butiran berongga tampak lebih banyak dibandingkan dengan deterjen padat. Selain kelebihan yang dipunyainya, deterjen berongga mempunyai kelemahan. Untuk membuat deterjen berongga diperlukan investasi yang besar karena harga mesin yang digunakan (spray dryer) sangat mahal, yaitu mencapai nilai miliaran rupiah. Dengan kondisi ini, pembuatan deterjen berongga tidak dapat diaplikasikan untuk skala dan home industry (industri rumah tangga), baik skala kecil maupun menengah. Sebagian besar deterjen bubuk yang dipasarkan ke kondumen termasuk dalam golongan deterjen bubuk berongga.
v    Deterjen bubuk padat/masif
       Bentuk butiran deterjen bubuk padat/masif dapat dianalogikan degan bola tolak peluru, yaitu semua bagian butirannya terisi oleh padatan sehingga tidak berongga. Butiran deterjen yang padat merupakan hasil olahan proses pencampuran kering (dry mixing). Proses dry mixing dapat dibagi menjadi dua, yaitu dry mixing granulation (DMG process) dan simple dry mixing (metode campur kering sederhana = CKS). Metode CKS termasuk cara pembuatan deterjen bubuk yang mudah dipraktekkan. Untuk itu, dalam makalah ini hanya akan dibahas cara pembuatan deterjen bubuk padat dengan metode CKS ini. Cara pembuatan deterjen dengan metode spray drying dan dry mixing granulation tidak dibahas dalam makalah ini karena prosesnya termasuk kompleks dan dari segi bisnis tergolong proyek padat modal (memerlukan biaya investasi yang besar. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan maksud dan tujuan penulisan buku ini.Kelebihan deterjen bubuk padat, yaitu untuk membuatnya tidak diperlukan modal besar karena alatnya termasuk sederhana dan berharga murah. Kekurangannya adalah karena bentuknya padat maka volumenya tidak besar sehingga jumlahnya terlihat sedikit.


Side Product
Pada awal perkembangannya, detergen menimbulkan buih/busa yang cukup banyak karena surfaktannya adalah Alkil Benzen Sulfonatnya. Ia tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme karena cabang dari struktur alkil benzene menghambat proses penguraian busa oleh mikroorganisme. Lalu semenjak tahun 1965 digunakan surfaktan Linear alkylate sulfonat. Namun tetap terdapat masalah yakni karena LAS menggunakan banyak senyawa fosfat, LAS menyebabkan pertumbuhan alga yang sangat tinggi sehingga menimbulkan dangkalnya perairan. LAS juga dapat membentuk fenol yang merupakan bahan kimia beracun.


Reaksi Kimia
reaksi kimia utamanya ada 3 yaitu :
1.      Reaksi Friedel-Craft
Alkena direaksikan dengan  benzena dibantu katalis AlCl3/HF menghasilkan alkil benzena.
2.      Reaksi Sulfonasi
berikutnya, alkil benzena direaksikan dengan H2SO4 menghasilkan alkil benzen sulfonat.
3.      Reaksi Netralisasi
tahap terakhir,  alkil benzene sulfonat dinetralkan dengan NaOH sehingga menghasilkan surfaktan  LAS.
Catatan tambahan:
Salah satu proses pembuatan deterjen yaitu proses spray drying. Alkil benzena direaksikan dengan H2SO4 membentuk asam alkil benzen sulfonat dalam sulfonator. Reaksi ini merupakan reaksi eksoterm yang menghasilkan panas. Oleh sebab itu, berikutnya akan masuk ke dalam cooler untuk menurunkan suhu.
Selanjutnya, akan masuk ke dalam neutralizer untuk reaksi netralisasi menghasilkan surfaktan. Berikutnya, surfaktan yang dihasilkan bersama dengan bahan baku cair dan padat lainnya seperti builder akan digabung menjadi seperti bubur dalam tangki yang disebut crutcher. Setelah itu akan dijatuhkan ke dalam tangki lalu dipompakan ke dalam spray tower dan disemprotkan untuk membentuk tetesan kecil.
Di dalam spray tower tersebut terdapat arus udara panas. Tetesan yang jatuh melalui arus udara panas tersebut sehingga membentuk butiran berongga. Lalu butiran-butiran berongga tersebut akan dihisap oleh cyclone dan diletakkan di atas belt conveyor yang selanjutnya akan dikemas menjadi sebuah produk.



Process Flow Diagram
Proses yang akan dijelaskan yaitu proses spray drying. Yang pertama, seperti yang sudah dijelaskan pada bagian reaksi kimia tadi, alkil benzena direaksikan dengan H2SO4 membentuk asam alkil benzen sulfonat dalam sulfonator. Reaksi ini merupakan reaksi eksoterm yang menghasilkan panas. Oleh sebab itu, berikutnya akan masuk ke dalam cooler untuk menurunkan suhu. Selanjutnya akan masuk ke dalam neutralizer untuk reaksi netralisasi menghasilkan surfaktan. Berikutnya surfaktan yang dihasilkan bersama dengan bahan baku cair dan padat lainnya seperti builder akan digabung menjadi seperti bubur dalam tangki yang disebut crutcher. Setelah itu akan dijatuhkan ke dalam tangki lalu dipompakan ke dalam spray tower dan disemprotkan untuk membentuk tetesan kecil. Di dalam spray tower tersebut terdapat arus udara panas. Tetesan yang jatuh melalui arus udara panas tersebut sehingga membentuk butiran berongga. Lalu butiran-butiran berongga tersebut akan dihisap oleh cyclone dan diletakkan di atas belt conveyor yang selanjutnya akan dikemas menjadi sebuah produk.

 Pengaruh Deterjen terhadap Lingkungan

Propylene tetramer benzene sulphonate telah mendatangkan banyak konflik sebagai komposisi utama dalam penggunaan deterjen sampai awal tahun 1960 an. Pada masa itu, air buangan limbah mengalami peningkatan yang cukup tajam. Jumlah dari busa di sungai meningkat dan air sumur yang dekat terhadap tempat pembuangan limbah deterjen yang berasal dari rumah tangga juga ikut berbuih. Air yang keluar dari keran berbuih. Hal ini disebabkan karena propylene tetramer benzene sulphonate tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme, dan hal ini juga diperkuat oleh teori bahwa cabang dari struktur alkylbenzena menghambat penguraian busa oleh mikroorganisme. Disisi lain, asam lemak yang telah tersulfonasi ternyata mudah diuraikan oleh mikroorganisme, dan kemudian asam lemak kemudian diproduksi menjadi jenis yang berantai lurus, yang memungkinkan zat ini dapat teruraikan oleh alam.
Kemudian berbagai tes yang kemudian dilakukan memang membuktikan bahwa alkyl benzena yang berantai lurus mudah diuraikan oleh alam. Tetapi disisi lain, masalah dari pembuangan limbah menimbulkan masalah yang serius karena pertumbhan alga yang sangat tinggi. Hal ini menimbulkan dangkalnya perairan. Hal ini disebabkan karena adanya penggunaan senyawa fosfat yang merupakan nutrisi bagi tumbuh-tumbuhan, sehingga industri deterjen kembali menjadi kambing hitam, karena penggunaan sodium tropolyphosphate yang besar.

Komposisi Deterjen dan Cara Kerja Detergen
Dari penjelasan tentang cara kerja deterjen, disimpulkan komponen penting deterjen adalah surfaktan. Fungsi surfaktan sekali lagi adalah untuk meningkatkan daya pembasahan air sehingga kotoran yang berlemak dapat dibasahi, mengendorkan dan mengangkat kotoran dari kain dan mensuspensikan kotoran yang telah terlepas. Surfaktan yang biasa digunakan dalam deterjen adalah linear alkilbenzene sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat, etoksilat, senyawa amonium kuarterner, imidazolin dan betain.
  • Linear alkilbenzene sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat bila dilarutkan dalam air akan berubah menjadi partikel bermuatan negatif, memiliki daya bersih yang sangat baik, dan biasanya berbusa banyak (biasanya digunakan untuk pencuci kain dan pencuci piring). 
  •   Etoksilat, tidak berubah menjadi partikel yang bermuatan, busa yang dihasilkan sedikit, tapi dapat bekerja di air sadah (air yang kandungan mineralnya tinggi), dan dapat mencuci dengan baik hampir semua jenis kotoran.
  • Senyawa-senyawa amonium kuarterner, berubah menjadi partikel positif ketika terlarut dalam air, surfaktan ini biasanya digunakan pada pelembut (softener).
  • Imidazolin dan betain dapat berubah menjadi partikel positif, netral atau negatif bergantung pH air yang digunakan. Kedua surfaktan ini cukup kestabilan dan jumlah buih yang dihasilkannnya, sehingga sering digunakan untuk pencuci alat-alat rumah tangga. 
          Setelah surfaktan, kandungan lain yang penting adalah penguat (builder), yang meningkatkan efisiensi surfaktan. Builder digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral-mineral yang terlarut, sehingga surfaktan dapat berkonsentrasi pada fungsinya. Selain itu, builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit. Pertimbangan banyak busa adalah pertimbangan salah kaprah tapi selalu dianut oleh banyak konsumen. Banyaknya busa tidak berkaitan secara signifikan dengan daya bersih deterjen, kecuali deterjen yang digunakan untuk proses pencucian dengan air yang jumlahnya sedikit (misalnya pada pencucian karpet). Untuk kebanyakan kegunaan di rumah tangga, misalnya pencucian dengan jumlah air yang berlimpah, busa tidak memiliki peran yang penting. Dalam pencucian dalam jumlah air yang sedikit, busa sangat penting karena dalam pencucian dengan sedikit air, busa akan berperan untuk tetap "memegang" partikel yang telah dilepas dari kain yang dicuci, dengan demikian mencegah mengendapnya kembali kotoran tersebut. Revolusi terbesar dalam perkembangan deterjen adalah pemakaian enzim. Enzim sebagai bantuan untuk mencuci bukanlah suatu hal yang baru lagi untuk dunia industri. Enzim proteolik telah dicoba sebagai zat aditif untuk mencuci di Jerman pada tahun 1920-an dengan sukses dan juga di Switzerland pada tahun 1930-an. Enzim, yang disebut juga dengan katalis organik, cenderung untuk mempercepat reaksi dan enzim proteolitik dapat mengubah ataupun menghancurkan protein menjadi asam amino baik sebagian maupun keseluruhan. Cara kerja enzim relatif lambat dan harga produksinya tinggi, tetapi dengan metode yang telah disempurnakan untuk produksi dan pemurnian, rantai enzim, dikembangkan untuk bereaksi dengan cepat. Dalam perkembangannya, deterjen pun makin canggih. Deterjen masa kini biasanya mengandung pemutih, pencerah warna, bahkan antiredeposisi (NaCMC atau sodium carboxymethylcellulose).


 Kegunaan deterjen

Berdasarkan kegunaannya jenis-jenis deterjen adalah sebagai berikut :
1. Deterjen pencuci kain, mengandung alkohol etoksilat dan alkil fenoletoksilat
2. Deterjen pencuci piring mengandung zat seperti surfaktan pencuci tangan
3. Deterjen pembersih peralatan rumah tangga yang mengandung heksa dekiltrimetil amonium klorida
4. Deterjen pembersih industri mengandung zat seperti surfaktan pembersih rumah tangga
5. Deterjen pembersih gigi yang mengandung natrium lauril sarkosionat
6. Deterjen pelembut kain yang mengandung diokta dekildimetil amonium klorida