Brief
History
Pada tahun 1916, detergen pertama kali dikembangkan
di Jerman saat perang dunia I dengan tujuan menggantikan sabun. Sebelum adanya
detergen, sabun merupakan alat utama yang digunakan untuk mencuci pakaian/kain.
Namun meskipun sabun terus menerus dikembangkan kualitasnya untuk mencuci
pakaian, sabun tetap memiliki kekurangan utama yakni ia akan bereaksi dengan
mineral – mineral yang terlarut dalam air membentuk suatu senyawa yang disebut sabun
kapur yang justru akan membentuk bercak kekuningan pada pakaian. Semenjak itu,
peran sabun dalam mencuci pakaian mulai tergantikan oleh detergen. Ilmuwan yang
menemukan detergen tersebut adalah Fritz Gunther. Namun baru tahun 1933
detergen rumah tangga diluncurkan di Amerika Serikat.
Contoh Detergen |
Raw
Materials
Bahan
baku proses pembuatan detergen ada 4 yaitu :
1. Surfaktan
merupakan komponen terpenting dalam detergen. Surfaktan merupakan zat aktif
yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan sehingga membuatnya lebih basah dan
memungkinkan berinteraksi dengan lemak dan minyak. Surfaktan memiliki struktur
rantai yang unik yaitu rantai molekul hidrofilik (suka air) di bagian kepalanya
dan rantai molekul hidrofob (tidak suka air) di bagian ekornya. Dengan kata
lain berarti bahwa salah satu ujung molekul akan tertarik ke air, sementara
sisi lain mengikat minyak. Hal itu membuat detergen dapat menarik kotoran dari
pakaian dan mensuspensikan kotoran yang lepas tersebut. Contohnya adalah LAS
(Linear Alkyl Sulfonat) seperti pada gambar yaitu seperti minyak.
2. Builder
merupakan pembentuk yang berfungsi menambah efektivitas dari surfaktan serta
membuat proses pencucian menjadi lebih efektif. Contohnya Sodium Tri Poly
Phospate yang bentuknya bubuk putih.
3. Filler
merupakan bahan
tambahan deterjen yang berfungsi menambah kuantitas detergen. Contoh : Sodium
sulfate yang berbentuk bubuk putih.
4. Additives merupakan bahan suplemen /
tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut,
pemutih, pewarna dst, tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen.
Contohnya adalah sodium klorida yang berbentuk Kristal kecil putih.
Products
Penggolongan Deterjen Berdasarkan Bentuk Fisiknya
Berdasarkan bentuk fisiknya,
deterjen dibedakan atas:
a.
Deterjen Cair
Secara umum, deterjen cair hamper sama dengan deterjen
bubuk. Hal yang membedakan hanyalah bentuknya: bubuk dan cair. Produk ini
banyak digunakan di laundry modern menggunakan mesin cuci kapasitas
besar dengan teknologi yang canggih.
b.
Deterjen Krim
Deterjen krim bentuknya hampir sama dengan sabun
colek, tetapi kandungan formula keduanya berbeda. Di luar negeri, produk
biasnaya tidaka dijual dalam partai kecil, tetapi dijual dalam partai besar
(kemasan 25 kg).
c.
Deterjen bubuk
Bila dicermati berbagai iklan deterjen bubuk di
televisi maka masing-masing produk deterjen mencoba menjelaskan kepada konsumen
tentang keunggulan produknya yang secara fisik berbeda dengan produk lainnya.
Sebagai contoh ada sebuah iklan deterjen tertentu yang menjelaskan tentang
kelebihan produk deterjen dengan kandungan butiran berbentuk padat (masif) bila
dibandingkan dengan deterjen dengan butiran yang berongga. Namun, diyakini
bahwa hanya sedikit orang atau pemirsa yang dapat memahami esensi dari iklan
tersebut.. Berdasarkan keadaan butirannya, deterjen bubuk dapat dibedakan
menjadi 2, yaitu
deterjen bubuk berongga dan deterjen bubuk
padat/masif. Perbedaan bentuk butiran kedua kelompok deterjen tersebut
disebabkan oleh perbedaan dalam proses pembuatannya. Ditinjau dari
efektivitasnya untuk mencuci, kedua bentuk deterjen tersebut dapat dikatakan sama.
v . Deterjen bubuk berongga
Deterjen bubuk berongga mempunyai ciri butirannya
mempunyai rongga. Butiran deterjen yang berongga dapat dianalogikan dengan
bentuk bola sepak yang didalamnya rongga. Ini berarti butiran deterjen jenis
ini mempunyai volume per satuan berat yang besar karena adanya rongga tersebut.
Butiran deterjen jenis berongga dihasilkan oleh proses spray drying.
Agak sulit mendapatkan padan kata istilah tersebut dalam bahasa Indonesia,
tetapi pengertiannya yaitu bahwa terbentuknya butiran berongga karena hasil
dari proses pengabutan yang dilanjutkan proses pengeringan. Kelebihan ddeterjen
bubuk berongga dibandingkan dengan deterjen bubuk padat adalah volumenya lebih
besar. Dengan berat yang sama, deterjen bubuk dengan butiran berongga tampak
lebih banyak dibandingkan dengan deterjen padat. Selain kelebihan yang dipunyainya,
deterjen berongga mempunyai kelemahan. Untuk membuat deterjen berongga
diperlukan investasi yang besar karena harga mesin yang digunakan (spray
dryer) sangat mahal, yaitu mencapai nilai miliaran rupiah. Dengan
kondisi ini, pembuatan deterjen berongga tidak dapat diaplikasikan untuk skala
dan home industry (industri rumah tangga), baik skala kecil maupun
menengah. Sebagian besar deterjen bubuk yang dipasarkan ke kondumen termasuk
dalam golongan deterjen bubuk berongga.
v Deterjen bubuk padat/masif
Bentuk butiran deterjen bubuk padat/masif dapat
dianalogikan degan bola tolak peluru, yaitu semua bagian butirannya terisi oleh
padatan sehingga tidak berongga. Butiran deterjen yang padat merupakan hasil
olahan proses pencampuran kering (dry mixing). Proses dry
mixing dapat dibagi menjadi dua, yaitu dry mixing granulation (DMG process)
dan simple dry mixing (metode campur kering sederhana = CKS). Metode CKS
termasuk cara pembuatan deterjen bubuk yang mudah dipraktekkan. Untuk itu,
dalam makalah ini hanya akan dibahas cara pembuatan deterjen bubuk padat dengan
metode CKS ini. Cara pembuatan deterjen dengan metode spray drying dan dry
mixing granulation tidak dibahas dalam makalah ini karena prosesnya
termasuk kompleks dan dari segi bisnis tergolong proyek padat modal (memerlukan
biaya investasi yang besar. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan maksud dan
tujuan penulisan buku ini.Kelebihan deterjen bubuk padat, yaitu untuk
membuatnya tidak diperlukan modal besar karena alatnya termasuk sederhana dan
berharga murah. Kekurangannya adalah karena bentuknya padat maka volumenya
tidak besar sehingga jumlahnya terlihat sedikit.
Side Product
Pada awal
perkembangannya, detergen menimbulkan buih/busa yang cukup banyak karena surfaktannya
adalah Alkil Benzen Sulfonatnya. Ia tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme
karena cabang dari struktur alkil benzene menghambat proses penguraian busa
oleh mikroorganisme. Lalu semenjak tahun 1965 digunakan surfaktan Linear
alkylate sulfonat. Namun tetap terdapat masalah yakni karena LAS menggunakan
banyak senyawa fosfat, LAS menyebabkan pertumbuhan alga yang sangat tinggi
sehingga menimbulkan dangkalnya perairan. LAS juga dapat membentuk fenol yang
merupakan bahan kimia beracun.
Reaksi Kimia
reaksi kimia utamanya ada 3 yaitu :
1. Reaksi
Friedel-Craft
Alkena direaksikan dengan benzena dibantu katalis AlCl3/HF menghasilkan
alkil benzena.
2. Reaksi
Sulfonasi
berikutnya, alkil benzena direaksikan dengan H2SO4
menghasilkan alkil benzen sulfonat.
3. Reaksi
Netralisasi
tahap terakhir,
alkil benzene sulfonat dinetralkan dengan NaOH sehingga menghasilkan
surfaktan LAS.
Catatan
tambahan:
Salah satu proses pembuatan deterjen
yaitu proses spray drying. Alkil benzena
direaksikan dengan H2SO4 membentuk asam alkil benzen
sulfonat dalam sulfonator. Reaksi ini merupakan reaksi eksoterm yang
menghasilkan panas. Oleh sebab itu, berikutnya akan masuk ke dalam cooler untuk menurunkan suhu.
Selanjutnya, akan masuk ke dalam neutralizer untuk reaksi netralisasi
menghasilkan surfaktan. Berikutnya,
surfaktan yang dihasilkan bersama dengan bahan baku cair dan padat lainnya
seperti builder akan digabung menjadi
seperti bubur dalam tangki yang disebut crutcher.
Setelah itu akan dijatuhkan ke dalam tangki lalu dipompakan ke dalam spray tower dan disemprotkan untuk
membentuk tetesan kecil.
Di
dalam spray tower tersebut terdapat
arus udara panas. Tetesan yang jatuh melalui arus udara panas tersebut sehingga
membentuk butiran berongga. Lalu butiran-butiran berongga tersebut akan dihisap
oleh cyclone dan diletakkan di atas belt conveyor yang selanjutnya akan
dikemas menjadi sebuah produk.
Process Flow Diagram
Proses yang akan dijelaskan yaitu
proses spray drying. Yang pertama, seperti yang sudah dijelaskan pada bagian
reaksi kimia tadi, alkil benzena direaksikan dengan H2SO4 membentuk
asam alkil benzen sulfonat dalam sulfonator. Reaksi ini merupakan reaksi
eksoterm yang menghasilkan panas. Oleh sebab itu, berikutnya akan masuk ke
dalam cooler untuk menurunkan suhu. Selanjutnya akan masuk ke dalam neutralizer
untuk reaksi netralisasi menghasilkan surfaktan. Berikutnya surfaktan yang
dihasilkan bersama dengan bahan baku cair dan padat lainnya seperti builder
akan digabung menjadi seperti bubur dalam tangki yang disebut crutcher. Setelah
itu akan dijatuhkan ke dalam tangki lalu dipompakan ke dalam spray tower dan
disemprotkan untuk membentuk tetesan kecil. Di dalam spray tower tersebut
terdapat arus udara panas. Tetesan yang jatuh melalui arus udara panas tersebut
sehingga membentuk butiran berongga. Lalu butiran-butiran berongga tersebut
akan dihisap oleh cyclone dan diletakkan di atas belt conveyor yang selanjutnya
akan dikemas menjadi sebuah produk.
Pengaruh Deterjen terhadap Lingkungan
Propylene tetramer benzene sulphonate
telah mendatangkan banyak konflik sebagai komposisi utama dalam penggunaan
deterjen sampai awal tahun 1960 an. Pada masa itu, air buangan limbah mengalami
peningkatan yang cukup tajam. Jumlah dari busa di sungai meningkat dan air
sumur yang dekat terhadap tempat pembuangan limbah deterjen yang berasal dari
rumah tangga juga ikut berbuih. Air yang keluar dari keran berbuih. Hal ini
disebabkan karena propylene tetramer benzene sulphonate tidak dapat diuraikan
oleh mikroorganisme, dan hal ini juga diperkuat oleh teori bahwa cabang dari
struktur alkylbenzena menghambat penguraian busa oleh mikroorganisme. Disisi
lain, asam lemak yang telah tersulfonasi ternyata mudah diuraikan oleh mikroorganisme,
dan kemudian asam lemak kemudian diproduksi menjadi jenis yang berantai lurus,
yang memungkinkan zat ini dapat teruraikan oleh alam.
Kemudian berbagai tes yang kemudian
dilakukan memang membuktikan bahwa alkyl benzena yang berantai lurus mudah
diuraikan oleh alam. Tetapi disisi lain, masalah dari pembuangan limbah
menimbulkan masalah yang serius karena pertumbhan alga yang sangat tinggi. Hal
ini menimbulkan dangkalnya perairan. Hal ini disebabkan karena adanya
penggunaan senyawa fosfat yang merupakan nutrisi bagi tumbuh-tumbuhan, sehingga
industri deterjen kembali menjadi kambing hitam, karena penggunaan sodium
tropolyphosphate yang besar.
Komposisi
Deterjen dan Cara Kerja Detergen
Dari penjelasan tentang cara kerja deterjen,
disimpulkan komponen penting deterjen adalah surfaktan. Fungsi surfaktan sekali
lagi adalah untuk meningkatkan daya pembasahan air sehingga kotoran yang
berlemak dapat dibasahi, mengendorkan dan mengangkat kotoran dari kain dan
mensuspensikan kotoran yang telah terlepas. Surfaktan yang biasa digunakan
dalam deterjen adalah linear alkilbenzene sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat,
etoksilat, senyawa amonium kuarterner, imidazolin dan betain.
- Linear alkilbenzene sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat bila dilarutkan dalam air akan berubah menjadi partikel bermuatan negatif, memiliki daya bersih yang sangat baik, dan biasanya berbusa banyak (biasanya digunakan untuk pencuci kain dan pencuci piring).
- Etoksilat, tidak berubah menjadi partikel yang bermuatan, busa yang dihasilkan sedikit, tapi dapat bekerja di air sadah (air yang kandungan mineralnya tinggi), dan dapat mencuci dengan baik hampir semua jenis kotoran.
- Senyawa-senyawa amonium kuarterner, berubah menjadi partikel positif ketika terlarut dalam air, surfaktan ini biasanya digunakan pada pelembut (softener).
- Imidazolin dan betain dapat berubah menjadi partikel positif, netral atau negatif bergantung pH air yang digunakan. Kedua surfaktan ini cukup kestabilan dan jumlah buih yang dihasilkannnya, sehingga sering digunakan untuk pencuci alat-alat rumah tangga.
Setelah
surfaktan, kandungan lain yang penting adalah penguat (builder), yang
meningkatkan efisiensi surfaktan. Builder digunakan untuk melunakkan air sadah
dengan cara mengikat mineral-mineral yang terlarut, sehingga surfaktan dapat
berkonsentrasi pada fungsinya. Selain itu, builder juga membantu menciptakan
kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih
baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas.
Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa kompleks fosfat, natrium
sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit. Pertimbangan banyak busa
adalah pertimbangan salah kaprah tapi selalu dianut oleh banyak konsumen.
Banyaknya busa tidak berkaitan secara signifikan dengan daya bersih deterjen,
kecuali deterjen yang digunakan untuk proses pencucian dengan air yang
jumlahnya sedikit (misalnya pada pencucian karpet). Untuk kebanyakan kegunaan
di rumah tangga, misalnya pencucian dengan jumlah air yang berlimpah, busa
tidak memiliki peran yang penting. Dalam pencucian dalam jumlah air yang
sedikit, busa sangat penting karena dalam pencucian dengan sedikit air, busa
akan berperan untuk tetap "memegang" partikel yang telah dilepas dari
kain yang dicuci, dengan demikian mencegah mengendapnya kembali kotoran
tersebut. Revolusi terbesar dalam perkembangan deterjen adalah pemakaian enzim.
Enzim sebagai bantuan untuk mencuci bukanlah suatu hal yang baru lagi untuk
dunia industri. Enzim proteolik telah dicoba sebagai zat aditif untuk mencuci
di Jerman pada tahun 1920-an dengan sukses dan juga di Switzerland pada tahun
1930-an. Enzim, yang disebut juga dengan katalis organik, cenderung untuk
mempercepat reaksi dan enzim proteolitik dapat mengubah ataupun menghancurkan
protein menjadi asam amino baik sebagian maupun keseluruhan. Cara kerja enzim
relatif lambat dan harga produksinya tinggi, tetapi dengan metode yang telah
disempurnakan untuk produksi dan pemurnian, rantai enzim, dikembangkan untuk
bereaksi dengan cepat. Dalam perkembangannya, deterjen pun makin canggih.
Deterjen masa kini biasanya mengandung pemutih, pencerah warna, bahkan
antiredeposisi (NaCMC atau sodium carboxymethylcellulose).
Kegunaan
deterjen
Berdasarkan
kegunaannya jenis-jenis deterjen adalah sebagai berikut :
1.
Deterjen pencuci kain, mengandung alkohol etoksilat dan alkil fenoletoksilat
2. Deterjen
pencuci piring mengandung zat seperti surfaktan pencuci tangan
3. Deterjen
pembersih peralatan rumah tangga yang mengandung heksa dekiltrimetil amonium
klorida
4. Deterjen
pembersih industri mengandung zat seperti surfaktan pembersih rumah tangga
5. Deterjen
pembersih gigi yang mengandung natrium lauril sarkosionat
6. Deterjen pelembut kain yang mengandung diokta
dekildimetil amonium klorida
Makasih infonya, sangat membantu tugas saya ..
ReplyDelete