Dear November, tepat pukul 6 pagi, di sudut kamar pinky ini, di tengah sayup-sayup angin dan tumpahan air langit, di saat inilah aku termenung. Bukan karena mendung, bukan karena apa-apa, tetapi karena satu hal yaitu langkah. Mengapa langkah kaki ini terasa begitu berat? Aku ingin menjadi sepertinya, mengikuti jejaknya, melangkah di satu sisi sepertinya, dan sepertinya. Ketika otak ini memerintah saraf-sarafku, entah mengapa mereka hanya terdiam, takk peduli seberapa besar, seberapa keras ia memerintah, tetapi mereka tetap terdiam. Aku tak tahu mengapa seperti itu. Bergerak dan beranjak hingga berlari mengejar awan memanglah tak mudah. Sangat tidak mudah. Kali ini aku tidak ingin mengatakan lawan kata dari mudah. Mengapa? Karena aku tidak ingin menjudge diri ini untuk melangkah dengan lawan kata tersebut. Mungkin hanya belum saatnya. Belum saatnya?! Bukan belum saatnya, tetapi karena kamu masih terjebak di zona itu! Cepatlah melangkah, cepatlah terbangun, cepatlah pergi, karena ini bukann tempatmu, cepatlah bergerak sebelum kau menyesal, Ria!!!
Ketika aku menonton acara "Mamah dan Aa", sedikit aku menemukan solusi itu. Ya keseriusan. Keseriusan. Keseriusan. Keseriusan dalam beribadah, keseriusan dalam belajar, ataupun keseriusan dalam menjalani segala sesuatu. Aku menyadari bahwa selama ini, niat itu ada, keinginan itu ada, tetapi satu hal yang masih kurang adalah KESERIUSAN. Serius, serius, dan serius. Hmm, lalu, setelah hari itu tiba, apa yang harus aku lakukan? Kemanakah langkah kaki ini harus kujalankan? Bagaimanakah aku mendapatkannya dan menggenggamnya dengan erat hingga tak akan terlepas lagi? Lagi-lagi diri ini bimbang, aku tak ingin salah jalan lagi, apa yg harus kulakukan di saat mereka berkata ini bukan tempatku? Dimanakah tempat ku harus berlabuh? Hanya Engkau yang tahu, wahai Tuhanku. Bantu aku, beri aku kekuatan dan kesempatan untuk mendapatkannya, mendapatkan kekasihku. Aku dan Kekasihku.
Mengapa?
Karena pada saatnya nanti, ketika aku dan kekasihku bersama, aku dapat melihat senyum gembira dari orang-orang yang menyayangiku dan mengharapkanku. Karena kekasihku adalah buah dari hasil perjuanganku, pengorbananku, dan kesetiaanku untuk terus menggenggamnya. Karena kekasihku itu, aku berada disini. Karena kekasihku adalah semangatku. Semangat untuk menjadi yang lebih baik. Kekasihku tetaplah di sampingku, menjagaku dan membangkitkanku ketika ku terjatuh. Tetaplah disini menghiasi sebagian jagad khayalku. Aku percaya, semangat ini akan padam ketika kau pergi meninggalkanku.
Jika kekasihku adalah pohon, maka aku adalah buah. Pohon, tetaplah jaga buahmu sampai ia matang dan pada akhirnya dapat bermanfaat bagi manusia. Pohon, jagalah ia dari terpaan angin yang dapat membuat ia terjatuh. Pegang dia, genggam dia, lindungi dia dari binatang-binatang hama yang hendak memangsanya. Apapun yang terjadi tetaplah jaga dia, sang Buahmu.
to be continued
No comments:
Post a Comment