Permintaan akan kebutuhan energi dunia semakin meningkat
menyebabkan krisis energi. Menurut proyeksi Badan Energi Dunia (International
Energy Agency-IEA) bahwa permintaan energi dunia hingga tahun 2030 meningkat
sebesar 45% atau rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1,6% per tahun.
Sedangkan 80% kebutuhan energi dunia dipasok dari bahan bakar fosil terutama
BBM. Hal tersebut menyebabkan cadangan BBM dunia semakin berkurang sehingga
menimbulkan ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran.
Dewasa ini, ketergantungan akan konsumsi migas masih belum
teratasi secara optimal. Kegiatan bisnis hulu migas sebagai pemasok andalan
masih terus mencari temuan cadangan migas dengan melakukan tahap eksplorasi.
Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penetapan dan
Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi menentukan penetapan wilayah kerja
minyak dan gas bumi. Namun, wilayah kerja pertambangan migas yang ditawarkan
oleh Pemerintah Indonesia tidak selalu terbukti mengandung cadangan migas.
Wilayah kerja yang ditawarkan merupakan wilayah yang berdasarkan perkiraan dan
data studi awal yang diperkirakan mengandung hidrokarbon berpotensi migas. Hal
tersebut membuat perusahaan minyak berpikir dua kali dalam menerima tawaran
tersebut dengan terlebih dahulu mempelajari seluruh dokumen yang ada .
Bisnis hulu migas merupakan bisnis uncertainty yang penuh dengan resiko, artinya ketidakpastian hasil
yang diperoleh dari bisnis tersebut sebanding dengan risiko investor kehilangan
uangnya. Selain itu, hal yang perlu kita perhatikan adalah “Apakah Indonesia
kaya akan sumber daya alam migas?”. Negara yang kaya adalah negara yang
memiliki net cadangan migas yang besar (Rinto,2012).
Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik tahun 2011 akan
distribusi cadangan crude oil dunia
bahwa Timur Tengah adalah kawasan yang memiliki cadangan minyak mentah terbesar
bila dibandingkan dengan region lainnya yaitu sebesar 48,1%. Cadangan minyak
mentah terbesar kedua berada di kawasan Amerika Tengah dan Selatan sebesar
19,7%. Sedangkan cadangan minyak mentah yang ada di Asia Pasifik adalah
terkecil di dunia sebesar 2,5% dari total cadangan minyak mentah dunia.
Demikian juga dengan hasil survei badan pusat statistik tahun 2011 mengenai
cadangan gas dunia. Wilayah Timur tengah kembali menguasai cadangan gas dunia
sebesar 38,4%, kemudian diikuti oleh kawasan Eropa dan Eroasia sebesar 37,8%.
Cadangan gas di wilayah Asia Pasifik hanya sebesar 8% dari total cadangan gas
dunia. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia yang termasuk dalam kawasan
Asia Pasifik tidak kaya akan sumber daya alam migas.
Tingginya laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49% per
tahun, seharusnya membuat kecenderungan akan pemenuhan kebutuhan energi
terhadap migas semakin berkurang. Sedangkan peranan
sektor energi di Indonesia saat ini cukup signifikan, disamping untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indonesia
memiliki berbagai macam energi lainnya seperti batubara. Peraturan Menteri ESDM
Nomor 05 Tahun 2012 mengatur tentang Tata Cara Penetapan dan Penawaran Wilayah
Kerja Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional, menawarkan wilayah kerja
pertambangan secara umum, salah satunya batu bara. Penawaran wilayah kerja
kepada investor akan batubara, selalu kandungan mineral di dalamnya sudah
terbukti ada, sehingga menjadi poin plus bagi bisnis pertambangan bila
dibandingkan dengan bisnis hulu migas yang penuh dengan ketidakpastian.
Batubara
dapat menyumbang kontribusi terbesar sebagai energi nasional di masa mendatang
seperti yang telah dilakukan di beberapa negara di dunia. Namun, sayangnya
penggunaannya masih belum termanfaatkan secara optimal. Pada tahun 2012,
produksi batubara nasional sebesar 90 juta ton, dan 75% diekspor ke luar negeri,
sehingga hanya 25% digunakan untuk domestik. Langkah strategis yang seharusnya
diambil oleh pemerintah adalah dibuatnya kebijakan energi non konvensional yang
adil, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan agar tercipta kemandirian dan
ketahanan negeri nasional.
Dalam
rangka mendukung kemandirian energi bangsa, solusi yang tepat adalah
mengembangkan batubara dengan teknologi muthakir yaitu Integrated Gasification Combination Cycle (IGCC). IGCC merupakan
perpaduan teknologi gasifikasi batubara dan proses pembangkitan uap. Berbeda
dengan pembakaran batubara, gasifikasi adalah proses pemecahan rantai karbon
batubara ke bentuk unsur atau senyawa kimia lain. Secara sederhana, batubara
dimasukkan ke dalam reaktor dan sedikit dibakar hingga menghasilkan panas.
Sejumlah udara atau oksigen dipompakan dan pembakaran dikontrol dengan uap agar
sebagian besar batubara terpanaskan hingga molekul-molekul karbon pada batubara
terpecah dan diubah menjadi ”coal gas”. Coal
Gas merupakan campuran gas-gas hidrogen, karbon monoksida, nitrogen serta
unsur gas lainnya. Gasifikasi batubara merupakan teknologi terbaik serta paling
bersih dalam mengkonversi batubara menjadi gas-gas yang dapat dimanfaatkan
sebagai energi listrik.
Sedangkan
IGCC adalah pengembangan teknik gasifikasi batubara. Proses gasifikasi ini
melalui beberapa proses kimia dalam gasifier.
Mula-mula batubara yang sudah diproses secara fisis yaitu batubara yang telah
dihancurkan, diumpankan ke dalam reaktor dan akan mengalami proses pembakaran
yang dikontrol oleh steam dan angin
sehingga tidak terbentuk api tetapi bara. Kecuali bahan pengotor, batubara
bersama-sama dengan oksigen dikonversikan menjadi hidrogen, karbon monoksida,
methana, CO2, H2, dan N2.
Gas hasil gasifikasi batubara mengalami proses
pembersihan sulfur dan nitrogen. Sulfur yang masih dalam bentuk H2S
dan nitrogen dalam bentuk NH3 lebih mudah dibersihkan. Kemudian gas
yang sudah bersih ini dibakar di ruang bakar dan gas hasil pembakaran
disalurkan ke dalam turbin gas untuk menggerakkan generator. Gas buang dari
turbin gas dimanfaatkan dengan menggunakan HRSG (Heat Recovery Steam Generator) untuk membangkitkan uap. Uap dari
HRSG (setelah turbin gas) digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang akan
menggerakkan generator.
Kelebihan
dari teknologi IGCC yaitu dalam hal bahan bakar tidak ada pembatas untuk tipe,
ukuran dan kandungan abu dari batubara yang digunakan. Dalam bidang lingkungan,
emisi SO2, NOX, CO2 serta debu dapat dikurangi
dan juga limbah cair serta luas tanah yang dibutuhkan juga berkurang. Disamping
itu pembangkit listrik IGCC mempunyai produk sampingan yang merupakan komoditi bernilai
jual tinggi seperti : sulfur dan tar (light
oil). Efisiensi pembangkit listrik dengan menggunakan teknologi IGCC ini berkisar
antara 38 - 45 % dibandingkan PLTU batubara konvensional. Hal tersebut karena
adanya proses gasifikasi sehingga energi yang terkandung dalam batubara dapat
digunakan secara efektif dan digunakannya HRSG untuk membentuk suatu daur
kombinasi antara turbin gas dan turbin uap.
Penggunaan
IGCC sangat menguntungkan karena pada pembangkit konvensional memerlukan sistem
scrubbing gas yang besar untuk
membersihkan sulfur pada gas buang. Sebagian besar proses gasifikasi memerlukan
batubara relatif kering yaitu kurang dari 15% kelembaban. Jika kelembaban
tinggi, efisiensi akan rendah. Coal
gasifier tidak mengeluarkan polutan hingga ramah lingkungan. Instalasi
peralatan tidak membutuhkan ruang yang luas, penggunaan air sebagai pendingin
terbatas, dan biaya operasional dalam jangka panjang akan rendah. Sedangkan, mineral pada batubara yang
tidak terbakar akan tertampung dibagian bawah reaktor sebagai slag serta material padatan lainnya yang
dapat dimanfaatkan untuk bahan bangunan.
Kemandirian
energi bangsa untuk mendukung ketahanan energi nasional perlu dikembangkan
secara optimal. Namun, kenyataannya pengembangan energi terbarukan tersebut
dihadapkan pada berbagai persoalan baik finansial maupun sumber daya manusia.
Dalam hal finansial, harga teknologi yang dibutuhkan untuk mengembangkan energi
tersebut cukup mahal sedangkan sumber daya manusianya masih terbatas. Adanya
overlaping antar kebijakan dalam pengembangan energi terbarukan juga menambah
rumit persoalan tersebut. Hal tersebut seharusnya bukan lagi menjadi alasan
atas tertundanya pengembangan energi terbarukan. Untuk itu, perlu dilakukan
revolusionerisasi dalam mendorong keberlanjutan energi terbarukan dengan
mengurangi subsidi BBM dan dialihkan pada pengembangan energi terbarukan.
Selain itu, perlu dilakukan edukasi secara menyeluruh untuk mengubah paradigma
masyarakat akan kebijakan yang diterapkan serta mengurangi kecenderungan
masyarakat akan konsumsi migas.
Latelypost2013writtenby
Ria Kusuma Dewi
No comments:
Post a Comment