Sunday, March 29, 2015

Pengembangan Integrated Gasification Combination Cycle sebagai Energi Terbarukan dalam Mengurangi Konsumsi Migas di Indonesia


Permintaan akan kebutuhan energi dunia semakin meningkat menyebabkan krisis energi. Menurut proyeksi Badan Energi Dunia (International Energy Agency-IEA) bahwa permintaan energi dunia hingga tahun 2030 meningkat sebesar 45% atau rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1,6% per tahun. Sedangkan 80% kebutuhan energi dunia dipasok dari bahan bakar fosil terutama BBM. Hal tersebut menyebabkan cadangan BBM dunia semakin berkurang sehingga menimbulkan ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran.
Dewasa ini, ketergantungan akan konsumsi migas masih belum teratasi secara optimal. Kegiatan bisnis hulu migas sebagai pemasok andalan masih terus mencari temuan cadangan migas dengan melakukan tahap eksplorasi. Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi menentukan penetapan wilayah kerja minyak dan gas bumi. Namun, wilayah kerja pertambangan migas yang ditawarkan oleh Pemerintah Indonesia tidak selalu terbukti mengandung cadangan migas. Wilayah kerja yang ditawarkan merupakan wilayah yang berdasarkan perkiraan dan data studi awal yang diperkirakan mengandung hidrokarbon berpotensi migas. Hal tersebut membuat perusahaan minyak berpikir dua kali dalam menerima tawaran tersebut dengan terlebih dahulu mempelajari seluruh dokumen yang ada .
Bisnis hulu migas merupakan bisnis uncertainty yang penuh dengan resiko, artinya ketidakpastian hasil yang diperoleh dari bisnis tersebut sebanding dengan risiko investor kehilangan uangnya. Selain itu, hal yang perlu kita perhatikan adalah “Apakah Indonesia kaya akan sumber daya alam migas?”. Negara yang kaya adalah negara yang memiliki net cadangan migas yang besar (Rinto,2012).
Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik tahun 2011 akan distribusi cadangan crude oil dunia bahwa Timur Tengah adalah kawasan yang memiliki cadangan minyak mentah terbesar bila dibandingkan dengan region lainnya yaitu sebesar 48,1%. Cadangan minyak mentah terbesar kedua berada di kawasan Amerika Tengah dan Selatan sebesar 19,7%. Sedangkan cadangan minyak mentah yang ada di Asia Pasifik adalah terkecil di dunia sebesar 2,5% dari total cadangan minyak mentah dunia. Demikian juga dengan hasil survei badan pusat statistik tahun 2011 mengenai cadangan gas dunia. Wilayah Timur tengah kembali menguasai cadangan gas dunia sebesar 38,4%, kemudian diikuti oleh kawasan Eropa dan Eroasia sebesar 37,8%. Cadangan gas di wilayah Asia Pasifik hanya sebesar 8% dari total cadangan gas dunia. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia yang termasuk dalam kawasan Asia Pasifik tidak kaya akan sumber daya alam migas.
Tingginya laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49% per tahun, seharusnya membuat kecenderungan akan pemenuhan kebutuhan energi terhadap migas semakin berkurang. Sedangkan peranan sektor energi di Indonesia saat ini cukup signifikan, disamping untuk mendorong pertumbuhan ekonomi juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indonesia memiliki berbagai macam energi lainnya seperti batubara. Peraturan Menteri ESDM Nomor 05 Tahun 2012 mengatur tentang Tata Cara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional, menawarkan wilayah kerja pertambangan secara umum, salah satunya batu bara. Penawaran wilayah kerja kepada investor akan batubara, selalu kandungan mineral di dalamnya sudah terbukti ada, sehingga menjadi poin plus bagi bisnis pertambangan bila dibandingkan dengan bisnis hulu migas yang penuh dengan ketidakpastian.
Batubara dapat menyumbang kontribusi terbesar sebagai energi nasional di masa mendatang seperti yang telah dilakukan di beberapa negara di dunia. Namun, sayangnya penggunaannya masih belum termanfaatkan secara optimal. Pada tahun 2012, produksi batubara nasional sebesar 90 juta ton, dan 75% diekspor ke luar negeri, sehingga hanya 25% digunakan untuk domestik. Langkah strategis yang seharusnya diambil oleh pemerintah adalah dibuatnya kebijakan energi non konvensional yang adil, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan agar tercipta kemandirian dan ketahanan negeri nasional.
Dalam rangka mendukung kemandirian energi bangsa, solusi yang tepat adalah mengembangkan batubara dengan teknologi muthakir yaitu Integrated Gasification Combination Cycle (IGCC). IGCC merupakan perpaduan teknologi gasifikasi batubara dan proses pembangkitan uap. Berbeda dengan pembakaran batubara, gasifikasi adalah proses pemecahan rantai karbon batubara ke bentuk unsur atau senyawa kimia lain. Secara sederhana, batubara dimasukkan ke dalam reaktor dan sedikit dibakar hingga menghasilkan panas. Sejumlah udara atau oksigen dipompakan dan pembakaran dikontrol dengan uap agar sebagian besar batubara terpanaskan hingga molekul-molekul karbon pada batubara terpecah dan diubah menjadi ”coal gas”. Coal Gas merupakan campuran gas-gas hidrogen, karbon monoksida, nitrogen serta unsur gas lainnya. Gasifikasi batubara merupakan teknologi terbaik serta paling bersih dalam mengkonversi batubara menjadi gas-gas yang dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik.
Sedangkan IGCC adalah pengembangan teknik gasifikasi batubara. Proses gasifikasi ini melalui beberapa proses kimia dalam gasifier. Mula-mula batubara yang sudah diproses secara fisis yaitu batubara yang telah dihancurkan, diumpankan ke dalam reaktor dan akan mengalami proses pembakaran yang dikontrol oleh steam dan angin sehingga tidak terbentuk api tetapi bara. Kecuali bahan pengotor, batubara bersama-sama dengan oksigen dikonversikan menjadi hidrogen, karbon monoksida, methana, CO2, H2, dan N2. Gas hasil gasifikasi batubara mengalami proses pembersihan sulfur dan nitrogen. Sulfur yang masih dalam bentuk H2S dan nitrogen dalam bentuk NH3 lebih mudah dibersihkan. Kemudian gas yang sudah bersih ini dibakar di ruang bakar dan gas hasil pembakaran disalurkan ke dalam turbin gas untuk menggerakkan generator. Gas buang dari turbin gas dimanfaatkan dengan menggunakan HRSG (Heat Recovery Steam Generator) untuk membangkitkan uap. Uap dari HRSG (setelah turbin gas) digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang akan menggerakkan generator.
Kelebihan dari teknologi IGCC yaitu dalam hal bahan bakar tidak ada pembatas untuk tipe, ukuran dan kandungan abu dari batubara yang digunakan. Dalam bidang lingkungan, emisi SO2, NOX, CO2 serta debu dapat dikurangi dan juga limbah cair serta luas tanah yang dibutuhkan juga berkurang. Disamping itu pembangkit listrik IGCC mempunyai produk sampingan yang merupakan komoditi bernilai jual tinggi seperti : sulfur dan tar (light oil). Efisiensi pembangkit listrik dengan menggunakan teknologi IGCC ini berkisar antara 38 - 45 % dibandingkan PLTU batubara konvensional. Hal tersebut karena adanya proses gasifikasi sehingga energi yang terkandung dalam batubara dapat digunakan secara efektif dan digunakannya HRSG untuk membentuk suatu daur kombinasi antara turbin gas dan turbin uap.
Penggunaan IGCC sangat menguntungkan karena pada pembangkit konvensional memerlukan sistem scrubbing gas yang besar untuk membersihkan sulfur pada gas buang. Sebagian besar proses gasifikasi memerlukan batubara relatif kering yaitu kurang dari 15% kelembaban. Jika kelembaban tinggi, efisiensi akan rendah. Coal gasifier tidak mengeluarkan polutan hingga ramah lingkungan. Instalasi peralatan tidak membutuhkan ruang yang luas, penggunaan air sebagai pendingin terbatas, dan biaya operasional dalam jangka panjang akan rendah. Sedangkan, mineral pada batubara yang tidak terbakar akan tertampung dibagian bawah reaktor sebagai slag serta material padatan lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk bahan bangunan.

Kemandirian energi bangsa untuk mendukung ketahanan energi nasional perlu dikembangkan secara optimal. Namun, kenyataannya pengembangan energi terbarukan tersebut dihadapkan pada berbagai persoalan baik finansial maupun sumber daya manusia. Dalam hal finansial, harga teknologi yang dibutuhkan untuk mengembangkan energi tersebut cukup mahal sedangkan sumber daya manusianya masih terbatas. Adanya overlaping antar kebijakan dalam pengembangan energi terbarukan juga menambah rumit persoalan tersebut. Hal tersebut seharusnya bukan lagi menjadi alasan atas tertundanya pengembangan energi terbarukan. Untuk itu, perlu dilakukan revolusionerisasi dalam mendorong keberlanjutan energi terbarukan dengan mengurangi subsidi BBM dan dialihkan pada pengembangan energi terbarukan. Selain itu, perlu dilakukan edukasi secara menyeluruh untuk mengubah paradigma masyarakat akan kebijakan yang diterapkan serta mengurangi kecenderungan masyarakat akan konsumsi migas.


Latelypost2013writtenby
Ria Kusuma Dewi

No comments:

Post a Comment