Tuesday, June 9, 2015

Sepotong Kata [Darwis Tere Liye]

"Karena kau harus tahu, air mata dari seseorang yang tulus hatinya, justeru adalah bukti betapa kuat dan kokoh hidupnya. Tidak ada yang keliru dengan tangisan."
*Novel "AMELIA", Tere Liye

Kita tidak usah jadi pengendali udara, pengendali air atau pengendali api. Kita cukup jadi pengendali hati saja.
Itu sudah cukup sakti.
*Tere Liye

Berapa lama kita harus menunggu?
Tergantung. Boleh sebentar, boleh selamanya. Hanya saja, gantungkan harapan tersebut bukan ke orangnya/sesuatu; gantungkan harapan tersebut ke yang maha menguasai hati. Tempat seluruh pengharapan akan kembali.
Maka proses menunggunya boleh jadi berkah dan bermanfaat--pun kalau ujungnya tidak seperti yang kita inginkan di awal.
*Tere Liye

“Bagiku waktu selalu pagi. Di antara potongan dua puluh empat jam sehari, bagiku pagi adalah waktu paling indah.
Ketika janji-janji baru muncul seiring embun menggelayut di ujung dedaunan. Ketika harapan-harapan baru merekah bersama kabut yang mengambang di persawahan hingga jauh di kaki pegunungan.
Pagi, berarti satu hari yang melelahkan telah terlampaui lagi. pagi, berarti satu malam dengan mimpi-mimpi yang menyesakkan terlewati lagi.”
*Tere Liye, novel "Sunset Bersama Rosie"

Kita memahami "bahagia", kadangkala setelah menaklukkan "kesedihan" yang harus dilalui.
Jadi tidak mengapa jika harus melewati lautan kesedihan.
*Tere Liye

“Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan, mengikhlaskan semuanya.
Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang.
Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.”
--Tere Liye, novel 'Daun yang jatuh tak pernah membenci angin'

“Terkadang kesedihan memerlukan kesendirian, meskipun seringkali kesendirian mengundang kesedihan tak tertahankan.”
-Tere Liye, "Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin"

*Ketika
Ketika semua pintu sudah tertutup, dan kita masih terus berusaha, maka itulah yang disebut kegigihan.
Ketika semua jalan buntu, dan kita masih terus maju, selangkah demi selangkah, maka itulah yang disebut persisten.
Ketika semua cara telah berkali-kali dicoba, terus gagal lagi, gagal lagi, dan kita masih terus mencoba, maka itulah yang disebut ketekunan.
Ketika semua amunisi habis, tidak ada lagi yang bisa membantu, dan kita masih terus berdiri tegak menyelesaikan tugas, maka itulah yang disebut pantang menyerah.
Dan ketika semua orang lain sudah berhenti, dan kita masih terus berusaha, maka itulah yang disebut keyakinan.
Sungguh dekat sekali orang-orang ini dengan keberhasilan. Pun kalau nasib ternyata gagal, dia tetap dekat dengan kebahagiaan. Berbahagia dengan usaha yang telah dilakukan.
*Tere Liye

No comments:

Post a Comment