Ke mana lagi langit tempatku bernaung,setelah engkau hilang pula drpdku,Zainudin.Apakah artinya hidup ini bgku kalau engkau pun terus memupus namaku dr hatimu!
Sungguh besar sekali harapanku hendak hidup dekatmu.akan berkhidmat kpdmu dgn segenap daya dan upaya, supaya mimpi yg telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dapat segala kesalahan yg besar-besar yg telah kuperbuat terhadap kpd dirimu saya tebusi.tetapi cita-citaku itu tinggal selamanya mjadi cita-cita,sebab engkau sendiri yg menutupkan pintu di hadapanku: saya kau larang masuk,sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam kesakitan yg telah sekian lama bersarang didalam hatimu.yg selalu menghambat-hambat perasaan cinta yg suci.Lantaran membalas dendam itu, engkau ambil suatu keputusan yg maha kejam,engkau renggutkan tali pengharapanku,padahal pada tali itu pula pengharapanmu sendiri tergantung.Sebab itu percayalahlah,Zainudin.bahwa hukuman ini bukan mengenai diriku seorg,bukan ia menimpa kan kecelaka kepadaku saja,tetapi kpd kita berdua.Karena saya percaya bahwa engkau masih tetap cinta kepadaku.
Zainudin! Kalau saya tak ada,hidupmu tidak juga beruntung,
percayalah!
Di dalam jiwaku ada suatu kekayaan besar yang engkau sangat perlu kepadanya, dan kekayaan itu belum pernah kuberikan kepada org lain, walaupun kepada Aziz, ialah kekayaan cinta. Saya tahu bahwa engkau kekurangan itu. Saya merasa bahwa saya sanggup memberimu bahagia pada tiap-tiap saat hidupmu,yang tiada seorg perempuan agaknya yg sanggup menandingi saya di dalam alam ini dalam kesetiaan memegangnya,sebab sudah lebih dahulu digiling oleh sengsara dan kedukaan,dipupuk dgn air mata dan penderitaan. Dan kalau sedianya engkau kabulkan, kalau sedianya engkau terima kedatanganku, saya pun tidak meminta upah dan balasan dari engkau.Upah yg saya harapkan hanya dr Dia, Allah Yg Maha Esa , supaya engkau diberiNya bahagia,dihentikannya aliran air matamu yg telah mengalir sekian lama.Upahku yg kedua, yg saya harapkan daripadaNya,hanyalah supaya saya dpt hidup dekatmu,laksana hidupnya sebatang rumput sarut di bawah lindungan pohon beringin dengan aman dan sentosa,dipuput oleh angin pagi yg lembut gemulai…
Zainuddin!..Mengapa engkau tak suka memaafkan kesalahanku? Demi Allah! Saya sudah insaf,bahwa tidak ada seorg pun yg pernah sy cintai didalam alam ini,melainkan engkau seorg.Tidah pernah beroleh tenteram diriku setelah aku coba hidup dgn org lain.Org yg telah mengecewakan hatimu itu,yg sekarang telah insaf dan telah menghukum dirinya sendiri,meskipun dia sanggup memperoleh tubuhku,dia selamanya belum sanggup memperoleh hatiku.Karenaa hatiku telah untukmu sejak saya kenal akan dikau.
Kalau sekiranya engkau maafkan kesalahanku,engkau lupakan kebebalan dan kecongkakan ninik mamakku,kalau…kalu sekiranya maafmu memberi izin mimpimu sendiri terkabul; kalau sedianya semuanya itu kejadian,engkau akan beroleh seorg perempuan yg masih suci batinnya,suci jiwanya,belum pernah disentuh org lain,hatinya belum pernah dirampas org, yg tidak bedanya dengan ’Permatamu yg Hilang’ dan dgn gadis Batipuh yg engkau cintai dua dan tiga tahun yg lalu, yg gambarnya tergantung di kamar mu!
Piala kecintaan terletak dihadapan kita, penuh dgn madu hayat nikmat ilahi.Air madu itu telah tersedia di dalamnya utk kita minum berdua,biar isinya menjadi kering, dan setelah kering kita telah boleh pulang ke alam baqa dgn wajah yg penuh senyuman,kita mati dgn bahagia sebagaimana hidup telah bahagia.Tiba-tiba dgn tidak merasa kasihan,engkau sepakkan piala itu dgn kakimu,sehingga terjatuh,isinya tertumpah habis, pialanya pecah.Lantaran itu, baik saya atau engkau sendiri,meskipun akan masih tetap hidup, akan hidup bagai bayang-bayang layaknya.Dan kalau kita mati, kita akan menutup mata dengan penuh was-was dan penyesalan.
Apa sebab engkau begitu kejam, tak mau memberi maaf kesalahanku?Padahal telah lebih dahulu bertimpa-timpa azab sengsara ke atas diriku lantaran mungkir ku! Kelihatan oleh matamu sendiri bagaimana saya dan suamiku menjadi pengemis di waktu kayamu,menumpang di rumahmu utk mmperlihatkan bagaimana sengsaraku lantaran tak jadi bersuami dgn engkau.Hilang…hilang semuanya.Hilang suami yg kusangka dpt memberiku bahagia.Hilang kesenagan dan mimpi yg ku harap-harapkan.Setelah semuanya kuderita,harus kudengar pula dr mulutmu sendiri kata penyesalan,membongkar kesalahan yg lama, yg mmg sudah nyata kesalahan,yg oleh Tuhan sendiripun kalau kita bertobat kepadaNya,walaupun bagaimana besar dosa,akan diampuniNya.
Adakah engkau tahu, hai Zainuddin,siapakah perempuan yang duduk di kamar tulismu kemarin itu? Yang engkau beri kata pediih,kata pnyesalan, kata engkau bongkar kesalahannya dan kedosaaannya, yg engkau remukkan jiwanya dgn tiada peduli?
Perempuan itu tidak lain dari satu bayang-bayang yg telah hilang segenap semangatnya,yg telah habis seluruh kekuatannya,tidak berdaya upaya lagi,habis kekuatan pansainderanya dan perasaannya; matanya melihat, tetapi tak bercahaya, telinga mendengar, tetapi tiada ia mafhum lagi apa yg didengarnya.
Yang tinggal hanya tubuhnya,batinnya sudah tak berkekuatan
lagi…
Inilah dia perempuan yg engkau sakiti itu.Itulah perempuan yang engkau timbang sengsaranya dan ratapnya.Engkau ulurkan kepadanya tanganmu yg kuat dan kuasa,engkau tikam dia dgn keris pembalasan,mengenai sudut jantungnya, terpancar darah dan akan tetap mengalir sampai sekering-keringnya, mengalir bersamaan dgn jiwanya..
Inilah perempuan yg engkau sakiti itu!
Tetapi sungguhpun demikian pembalasan yg engkau timpakan ke atas pundakku,kesalahanmu telah ku ampuni,telah kuhabisi, telah kumaafkan. Sebabnya ialah lantaran saya cinta akan engkau.Dan Karena saya tahu bahawasanya yg demikian engkau lakukan adalah lantaran cinta juga.Cuma satu pengharapan yg penghabisan,heningkan hatimu kembali,sama-sama kita habisi kekecewaan yg sudah-sudah,ampuni saya,maafkan saya,letakkan saya kembali dalam hatimu menurut letak yg bermula,cintai saya kembali sebagaimana cintaku kepadamu dan jgn saya dilupakan…
Engkau suruh saya pulang ke kampungku dan engkau berjanji akan membantuku sekuat tenagamu sampai saya bersuami pula.
Zainudin! Apakah artinya harta dan perbantuan itu bagiku, kalau bukan dirimu yang ada dekatku?
Saya turutkan permintaan itu, saya akan pulang .Tetapi, percayalah Zainudin bahwa saya pulang ke kampungku, hanya dua yang ku nantikan: pertama kedatangan mu kembali, menurut janjiku yang bermula,yaitu akan menunggumu, biar berbilang tahun,biar berganti musim. Dan yg kedua ialah menunggu maut,biar saya mati dgn meratapi keberuntungan yg hanya bergantung di awang-awang itu.
Selamat tinggal, Zainudin! Selamat tinggal, wahai org kucintai di dunia ini! Seketika saya meninggalkan rumah mu, hanya namamu yg tetap jadi sebutan ku. Dan agaknya kelak, engkaulah yg akan terpatri dalam doaku,bila saya menghadapTuhan di akhirat…
Mana tahu,umur di tgn Allah! Jika saya mati dahulu, dan masih sempat engkau ziarah ke tanah pusaraku,bacakan doa di atasnya,tanamkan di sana daun puding panca warna dari bekas tanganmu sendiri,untuk jadi tanda bahwa di sanalah terkubur seorg perempuan muda, yg hidupnya penuh dgn penderitaan dan kedukaaan dan matinya remuk rindu dan dendam..
Mengapa suratku ini banyak membicakan mati?Entahlah, Zainudin, saya sendiri pun heran, seakan-akan kematian itu telah dekat datangnya.Kalau ku mati dahulu daripadamu, jgn engkau berduka hati, melainkan sempurnakan permohonan doa kepada Tuhan, moga-moga jika banyak benar halangan pertemuan kita di dunia, terlapanglah pertemuan kita di akhirat, pertemuan yang tidak akan diakhiri lagi oleh maut dan tidak dipisahkan oleh rasam basi manusia…
Selamat tinggal, Zainudin, dan biarlah penutup surat ini ku ambil perkataan yg paling enak ku ucapkan di mulut ku dan agaknya entah dgn itu ku tutup hayatku di samping menyebut kalimat syahadat, yaitu : Aku cinta akan engkau, dan kalau ku mati, adalah kematianku di dalam mengenangkan engkau…”
.Sambutlah salam dari:
Hayati
Sepenggal surat-surat Hayati, dalam..
~TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK~
by Hamka
No comments:
Post a Comment